TANGGAMUS, Tren5.co.id - Berbicara mengenai kebhinekaan di tanah air tentunya tidak akan lepas dari keberadaan masyarakat adat. Sebagai bagian dari keragaman bangsa Indonesia, masyarakat adat seharusnya hidup dilindungi dan dijamin oleh undang-undang. Sejauh mata memandang, masih masyarakat adat banyak terancam akibat penguasaan tanah para konglomerat bisnis. Bukan perkara tanah dan uang saja, bagaimana janji jaminan hidup bagi mereka?
Indonesia merupakan negara majemuk karena dianugerahi keberagaman suku, bangsa, dan budayanya. Lebih dari 300 suku dan masing-masing memiliki budaya dan ciri khas yang berbeda. Salah satu bagian penyusunan Indonesia sebagai negara multikultural adalah masyarakat adat yang merupakan kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai komunitas adat.
Menteri Pendidikan,Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim secara terang-terangan menyebut bahwa keberagaman Indonesia bukanlah kendala, melainkan anugerah. Akan tetapi, nyatanya posisi masyarakat adat di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami banyak kesulitan. Salah satu yang kerap menimpa mereka adalah adanya sengketa tanah adat yang direbut paksa dari tangan masyarakat adat. Masyarakat adat yang katanya ‘anugerah’ justru nampak dianak tirikan, bukan?
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 5 tahun 1999 menyebutkan, tanah adat adalah tanah yang hak ulayat yang dari hukum adat tertentu. Meskipun dalam peraturan sudah jelas tertulis bahwa sumber daya tersebut sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat adat, tetapi pada praktiknya, banyak di antara mereka yang digusur dari bumi warisan leluhur sendiri.
Polemik tanah adat kebanyakan terjadi karena belum adanya batas yang jelas antara hutan adat dengan tanah milik negara, di mana pemerintah cenderung memetakan hutan tanpa melibatkan masyarakat, yang kedua karena dipinjam pakai/Sewa oleh pihak swasta maupun BUMN yang izin berupa HGU maupun HGB nya sudah habis dan tidak diperpanjang lagi namun tanah masih dikuasai oleh pihak peminjam atau penyewa.
Berdasarkan hal tersebut diatas, Tokoh Masyarakat/Adat Marga Buay Belunguh yang ada di Kabupaten Tanggamus bersama pengacara dan Tim penyelesaian sengketa tanah Ulayat marga Buay Belunguh mengadakan Audensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)Kabupaten Tanggamus, Rabu (11/1/2023).
Saat Audensi di BPN Kabupaten Tanggamus, Tim yang dipimpin oleh Tokoh Adat dan mantan Kapolda Lampung Irjen Pol (Purn) DR.H. Ike Edwin S.IK., S.H., M.H.,M.M., diterima oleh wakil kepala BPN Kabupaten Tanggamus Sholin Erbin Mart Raja Guk guk S.E., M.H., dan Kasi Sengketa Ahmad Afandi S.H., M.H.
Dan saat Audensi di DPRD Kabupaten Tanggamus, diterima oleh Wakil Ketua DPRD Zulkarnain S.IP., (Fraksi Nasdem), Edy Yalismi (Fraksi PKB), H.Muhtar (Fraksi PAN), Fachrudin Hujraha (Fraksi PKS), Iflan Haza (Fraksi PAN) dan Sekretaris DPRD Kabupaten Tanggamus.
Dalam Audensi tersebut, tokoh adat, ketua Tim, maupun pengacara marga adat Buay Belunguh menyampaikan masalah tanah Ulayat marga Buay Belunguh yang ada di Kota Agung Timur yang dikuasai oleh pihak kedua yaitu PT Tanggamus Indah (PT. TI ).
Perlu diketahui bahwa tanah Ulayat marga Buay Belunguh seluas 917,6 Hektar, yang dipakai PT Tanggamus Indah (PT TI) yang terletak di Kota Agung Timur, izin Hak Guna Usaha ( HGU) nya telah habis izinnya sejak 30 Desember 2020.
Dan diperoleh keterangan dari BPN Kabupaten Tanggamus yang disampaikan oleh wakil kepala BPN Kabupaten Tanggamus Sholin Erbin Mart Raja Guk guk S.E., M.H., bahwa izin HGU tidak diperpanjang lagi, hal itu disampaikannya saat Audensi dengan Tim dan tokoh adat serta pengacara dari masyarakat Marga Buay Belunguh.
Dan masyarakat adat marga Buay Belunguh yang ada di Tanggamus sudah memenangkan gugatan di pengadilan negeri Lampung Selatan, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), dan Pansus DPRD Kabupaten Lampung Selatan, dengan keputusan tanah tersebut dikembalikan kepada masyarakat adat Buay Belunguh sebagai Tanah Ulayat.
Namun hingga saat ini tanah tersebut masih diduduki dan dikuasai oleh PT TI, bahkan pihak perusahaan menempatkan beberapa orang preman dan personil Kepolisian untuk menjaga aset perusahaan tersebut.
Menurut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tanggamus dan beberapa Anggota Fraksi yang hadir dalam Audensi, DPRD Kabupaten Tanggamus mendukung sepenuhnya upaya masyarakat adat Marga Buay Belunguh beserta Tim dan Pengacara untuk memperjuangkan tanah Ulayat marga Buay Belunguh agar dikembalikan kepada masyarakat adat.
"Pada prinsipnya kami dari DPRD Kabupaten Tanggamus yang diwakili oleh beberapa Fraksi yang hadir hari ini, mendukung sepenuhnya upaya masyarakat adat Marga Buay Belunguh untuk mendapatkan kembali tanah Ulayat marga Buay Belunguh yang dikuasai oleh PT TI," ujar Zulkarnain.
Masih menurut ZulKurnain, "Masukan dan informasi yang diberikan oleh Tim beserta tokoh adat yang datang hari ini sudah dicatat oleh sekwan dan dalam waktu dekat akan di bahas di Dewan serta akan memanggil Stakeholder yang terkait untuk diadakan Hearing guna membahas masalah tersebut," jelas Zulkarnain.
Ditempat yang sama Dang Ike sapaan akrab Irjen Pol (Purn) DR.H. Ike Edwin S.IK., S.H., M.H., M.M., selaku ketua Tim mengatakan, bahwa masalah tanah Ulayat marga Buay Belunguh ini sudah Clear and clear.
"Sebenarnya masalah tanah Ulayat marga Buay Belunguh ini sudah Clear, karena Keputusan Pansus DPRD Kabupaten Lampung Selatan menyatakan bahwa tanah tersebut harus dikembalikan ke masyarakat adat Marga Buay Belunguh," ujar Dang Ike.
Selanjutnya menurut Dang Ike, "Masyarakat adat Marga Buay Belunguh juga sudah memenangkan gugatan perkara di pengadilan negeri Lampung Selatan, hingga di tingkat Mahkamah Agung dan keputusan sudah inkrah bahwa tanah tersebut harus dikembalikan ke masyarakat adat Marga Buay Belunguh sebagai Tanah Ulayat." Tandas Dang Ike.
Dilain Pihak, R Niagari Galuh S.H., M.H., selaku Pengacara dari Masyarakat Adat Marga Buay Belunguh Tanggamus mengatakan bahwa mereka sudah 2 kali menyampaikan Somasi kepada PT. TI.
"Kami selaku pengacara sudah dua kali mengajukan Somasi kepada PT Tanggamus Indah, namun tidak diindahkan dan kami berencana untuk mengajukan Somasi yang ketiga dalam waktu dekat ini. Dan apabila tidak juga diindahkan maka kami akan melakukan penyegelan terhadap aset PT TI," ujarnya. | (**)