JAKARTA, Tren5.co.id - Kapolri melakukan mutasi pergantian Kapolda Metro Jaya dan Wakapolda Metro Jaya, dimana Irjen Fadil Imran di mutasi sebagai Kabaharkam, digantikan oleh Irjen Pol Karyoto. Wakapolda Hendro Pranowo juga digantikan oleh Suyudi Ario Setyo yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Dirkrimum Polda Metro Jaya, 29 Maret 2023.
Mutasi ini disambut baik oleh LQ Indonesia Lawfirm, dimana sebelumnya Irjen Fadil Imran diduga gagal dalam penindakan Investasi Bodong di Wilayah Polda Metro Jaya. "Kasus Investasi bodong mandek di Polda Metro Jaya, dari LP PT MPIP dan OSO Sekuritas dengan Terlapor Raja Sapta Oktohari, Narada, Minnapadi, Pracico dan UOB Kay Hian, semua mandek di Polda Metro Jaya padahal sudah berjalan 3 tahun. Diduga Kapolda Fadil Imran terkesan takut dan ragu memberantas pelaku kejahatan kerah putih dan hanya tajam ke Debt Collector, Ulama dan Kejahatan anak kecil seperti Agnes dan Mario Dandy. Tapi dalam memproses Terlapor sekelas Raja Sapta Oktohari, diduga tidak berani sampai akhir masa jabatanya. tidak ada perkembangan Proses hukum. Pergantian Kapolda baru di harapkan ada kemajuan berarti pada Proses hukum LP Investasi Bodong." Ujar Advokat Bambang Hartono, SH, MH selaku Kadiv Humas LQ Indonesia Lawfirm.
LQ Indonesia Lawfirm juga menyoroti, Kapolda Metro Jaya yang membawahi Polres Jakarta Barat dalam perbedaan perlakuan terhadap tahanan. "Debt collector yang ditahan, pakai baju tahanan dengan tulisan tahanan dan tangan terborgol. Tapi dalam penahanan Kuasa Hukum Raja Sapta Oktohari, Natalia Rusli. Tangan tidak terborgol dan baju tidak ada tulisan tahanan, tampak jelas bukan baju standar tahanan. Perbedaan perlakuan ini menimbulkan opini di masyarakat, benar sesumbar Natalia Rusli sebelumnya yaitu Polri bisa dibeli karena banyaknya oknum. Natalia hebat bisa membuktikan perkataannya bagaimana Polri bisa mengikuti dia dan berlaku semaunya." Lanjut Advokat Bambang Hartono, SH, MH
Masyarakat mengharapkan agar Hukum bisa tajam keatas, bukan hanya tajam ke bawah. Namun, dalam pelaksanaannya terhadap penjahat kelas atas, malah ada oknum Jenderal Polri yang membeckingi dan menerima gratifikasi sehingga kasus yang melibatkan jumlah kerugian besar kerap mandek contohnya kasus Investasi Bodong Mahkota. Raja Sapta Oktohari yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya sejak 2020, hingga saat ini Ketua Umum KOI tidak juga ditetapkan sebagai Tersangka, sehingga Korban masyarakat menilai kepolisian sudah masuk angin. "Korban malah di gugat balik oleh Raja Sapta Oktohari sebesar 450 Milyar, padahal LP 3 tahun mandek. Dimana perlindungan pemerintah termasuk kepolisian terhadap korban Investasi bodong. Bukankah tugas kepolisian melindungi masyarakat sesuai pasal 2 UU No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian. Namun, bukannya dilindungi, bahkan LP yang saya laporkan tidak berujung kepastian hukum." Ucap Alwi Susanto korban Raja Sapta Oktohari.
(IWAQI/Redaksi)