Jakarta, -- Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, telah dengan tegas menggarisbawahi betapa pentingnya kolaborasi dan kerja sama dalam memaksimalkan potensi pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta pelaku usaha rintisan (startup). Ia menyadari bahwa untuk menggarap pasar, baik dalam negeri maupun luar negeri, sinergi antara berbagai pihak adalah kunci ke berhasil, Rabu, 27 September 2023.
Dalam upaya memajukan UMKM, Zulkifli mendorong perwakilan perdagangan Indonesia yang tersebar di 45 negara untuk berkolaborasi dalam mengembangkan pasar ekspor. Menurutnya, kata kunci utama adalah kolaborasi. la percaya bahwa meskipun UMKM dapat maju secara individu, proses tersebut akan memakan waktu yang lebih lama tanpa adanya dukungan dan kerja sama yang kuat.
Untuk membuka akses pasar bagi produk UMKM, Kementerian Perdagangan memiliki perwakilan dagang di 45 negara. Rangkaian perwakilan ini termasuk Duta Besar di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI), Konsulat Dagang, Atase Perdagangan, dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC). Zulkifli menekankan bahwa perwakilan ini dapat dimanfaatkan oleh UMKM untuk mempromosikan produk mereka.
Lebih lanjut, Zulkifli mengungkapkan bahwa Kemendag telah menjalin perjanjian kerja sama dengan berbagai negara mitra guna mengurangi hambatan ekspor. Saat ini, sudah ada 30 perjanjian dagang yang diselesaikan, termasuk dengan ASEAN dan Uni Emirat Arab. Langkah ini dilakukan untuk membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk pasar nontradisional seperti India dan Pakistan. Selain itu, Kemendag juga telah mengambil inisiatif untuk mengurangi hambatan ekspor melalui pembentukan jalur tol (toll way) yang akan mempermudah arus perdagangan.
Zulkifli juga menggarisbawahi pentingnya membangun kolaborasi empat pilar dalam ekosistem dalam negeri. Pilar-pilar ini melibatkan UMKM, lokapasar (marketplace), ritel modern, dan lembaga pembiayaan. Setiap pilar memiliki peran yang saling mendukung. Misalnya, UMKM dapat mengambil manfaat dari marketplace dalam hal pelatihan pemasaran digital dan kemasan, sementara ritel modern dapat memberikan akses pasar yang lebih luas bagi produk UMKM. Dalam hal pembiayaan, lembaga pembiayaan dan perbankan berperan penting dalam memberikan dukungan modal bagi UMKM.
Namun, pernyataan Zulkifli tentang perlunya melindungi UMKM dalam era ekonomi digital tampaknya memiliki beberapa celah yang perlu diperhatikan. Meskipun penataan e-commerce dianggap sebagai langkah untuk melindungi UMKM, tetapi masih ada pertanyaan tentang sejauh mana langkah-langkah tersebut akan benar-benar memberikan perlindungan yang efektif. Penataan e-commerce haruslah lebih dari sekadar retorika, tetapi harus diiringi dengan langkah konkret dan regulasi yang tegas untuk memastikan bahwa UMKM benar-benar mendapatkan manfaat dan perlindungan yang dijanjikan.
Penting untuk diingat bahwa memberikan prioritas pada produk-produk dalam negeri juga harus dilakukan dengan hati-hati. Meskipun memiliki niat baik untuk melindungi produk-produk lokal, namun langkah ini juga dapat berpotensi menghambat persaingan dan inovasi. Sebagai contoh, jika produk-produk dalam negeri mendapatkan prioritas tanpa mempertimbangkan kualitas dan harga yang kompetitif, hal ini dapat mengakibatkan kurangnya tekanan untuk melakukan inovasi dan meningkatkan kualitas produk. Akibatnya, UMKM mungkin akan berada dalam zona nyaman dan sulit bersaing di tingkat global.
Selain itu, perlu lebih banyak klarifikasi tentang bagaimana ekosistem yang "terbangun dengan baik" dapat mempercepat pertumbuhan UMKM. Apa saja komponen utama dari ekosistem ini? Bagaimana kerja sama antara UMKM, lembaga pembiayaan, pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya akan diatur? Tanpa rincian yang lebih jelas, pernyataan tersebut mungkin terdengar seperti slogan kosong tanpa panduan yang konkret.
Kontribusi ekonomi digital dalam lima tahun terakhir memang signifikan, namun perlu diingat bahwa dampak positif ini mungkin juga diimbangi dengan beberapa masalah. Pertumbuhan ekonomi digital tidak selalu berjalan sejalan dengan peningkatan kualitas lapangan kerja dan perlindungan bagi pekerja. Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja yang tidak stabil atau pekerjaan yang tidak terjamin hak-haknya.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi Al dan digitalisasi, tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki peluang untuk tumbuh dan berkontribusi lebih dalam pada panggung ekonomi global. Namun, sementara potensi ada, tantangan juga semakin kompleks. Dukungan dan kerja sama yang tepat tentu penting, tetapi juga perlu diiringi dengan kerangka kerja yang jelas, regulasi yang bijaksana, dan perlindungan yang memadai.
Jadi, meskipun optimisme Zulkifli tentang masa depan UMKM di era digital patut diapresiasi, kita perlu memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil benar-benar menghasilkan dampak positif yang signifikan bagi UMKM. Penting bagi pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi dan regulasi yang diusulkan, agar tidak hanya sebatas retorika tanpa hasil yang nyata. UMKM berhak mendapatkan perlindungan dan dukungan nyata untuk tumbuh dan bersaing di dunia ekonomi yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat.
(*/Red)